Poros Indoor Pelopor Pendidikan Inklusif di Ciamis: Pilar Kesetaraan di Era Digital

Pendidikan inklusif memastikan setiap siswa memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan berkualitas.

Ciamis, NuansaPendidikan – Pendidikan inklusif kini menjadi topik hangat di tengah perkembangan teknologi dan digitalisasi yang semakin pesat.

Transformasi ini membawa tantangan dan peluang baru bagi institusi pendidikan, mengubah cara hidup, bekerja, dan belajar.

Pendidikan inklusif menekankan pentingnya kesetaraan dan keadilan.

Semua siswa, tanpa memandang kemampuan fisik, mental, sosial, atau emosional, harus mendapatkan kesempatan yang sama.

Pendekatan ini mengakui bahwa perbedaan adalah kekuatan, bukan hambatan.

Landasan Fundamental: Kesetaraan dan Keadilan

Pendidikan inklusif memastikan setiap siswa memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan berkualitas.

Metode ini menggunakan asas keadilan dan kesetaraan, dengan menganggap perbedaan sebagai kekuatan.

Penguatan karakter menjadi elemen penting dalam era digital ini, ketika peran orang tua sangat vital dalam memilih dan memilah informasi yang mudah diakses.

“Institusi pendidikan, baik formal maupun informal, harus lebih terbuka dalam menghadapi kritik,” kata Duta Penyiar Jawa Barat, Zam Zam Al-Ghiffari, S.H. Selasa, (04/06/2024).

“Kritik adalah vitamin bagi lembaga pendidikan untuk bertumbuh dan menghadapi gempuran dunia digital. Anti-kritik sama dengan menjemput keruntuhan.”

Zam Zam menambahkan bahwa kritik timbul dari rasa cinta dan perhatian.

“Representasi kepedulian, kritik harus menjadi asupan bagi lembaga pendidikan. Lebih baik jika lembaga membuka diri terhadap kritik.”

Sinergi Pendidikan Inklusif dan Penguatan Karakter di Era Digital

Pendidikan inklusif dan penguatan karakter memberikan pendekatan holistik dalam mendidik generasi muda.

Di era digital, teknologi menjadi alat pendukung utama.

Akses luas teknologi memungkinkan metode pembelajaran yang beragam dan inovatif.

Sementara itu, penguatan karakter menjadi kendali bagi siswa untuk menggunakan teknologi secara bertanggung jawab dan etis.

Dian Sudaryuni, pemerhati pendidikan, menyatakan bahwa pelaksanaan pembelajaran inklusif tidak memerlukan kelas khusus.

“Esensi pendidikan inklusif adalah kesetaraan, jadi tidak butuh ruangan khusus. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) akan berada dalam ruangan yang sama dengan murid lainnya,” jelasnya.

Namun, Dian menambahkan bahwa pada kondisi tertentu, ABK memang memerlukan ruang khusus jika sekolah memiliki fasilitas yang memadai.

Wakil Rektor II Institut Agama Islam Darussalam, Dr. Ahmad Nabil Atoillah, S.Th.I, M.Hum., menekankan perlunya regulasi khusus agar ABK tidak termarjinalkan.

“Pemerintah harus membuat regulasi tentang hal tersebut. Ini penting agar siswa ABK tidak termarjinalkan,” ucapnya.

Penguatan Peran Orang Tua

Di era digital, orang tua menjadi pilar utama dalam pendidikan anak-anak mereka. Dengan akses teknologi yang mudah, orang tua harus memastikan anak-anak mereka berpikir kritis, beretika, dan berperilaku baik.

Pendidikan inklusif, dengan penguatan karakter, mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi tantangan era digital dengan lebih baik.

Zam Zam menekankan bahwa anak adalah aset masa depan.

“Pendidikan harus adaptif dengan penguatan karakter dan inklusif, karena anak adalah manifestasi masa depan,” tutupnya.

Melalui sinergi pendidikan inklusif dan penguatan karakter, generasi muda dapat dididik secara holistik, memanfaatkan teknologi secara etis, dan siap menghadapi masa depan dengan penuh percaya diri.

Poros Indoor Menginisiasi Webinar Pendidikan Inklusif

Menyikapi pesatnya gempuran teknologi dan digital dalam dunia pendidikan, Poros Indoor menyatakan sikapnya.

Prima Pribadi, salah satu pentolan dari Poros Indoor Ciamis menyebut jika dunia pendidikan tak dapat menghindari hal tersebut.

“Webinar ini, menjadi salah satu gebrakan awal kami. Semoga, dengan langkah kecil kami dapat mengetuk nurani para pemangku dan pemampu kepentingan di Ciamis” singkat Prima.

#Abag

Komentar